by : https://eunchasiluets.wordpress.com/2012/05/08/45/
Auguste Comte : Sosiologi Positivis
Prancis (1798-1857)
Auguste Comte (1798-1857) sangat
prihatin terhadap anarkisme yang merasuki masyarakat saat berlangsungnya
Revolusi Perancis. Oleh karena itu Comte kemudian mengembangkan
pandangan ilmiahnya yakni positivisme atau filsafat sosial
untuk menandingi pemikiran yang dianggap filsafat negatif dan
destruktif. Positivisme mengklaim telah membangun teori-teori ilmiah
tentang masyarakat melalui pengamatan dan percobaan untuk kemudian
mendemonstrasikan hukum-hukum perkembangan sosial. Aliran positivis
percaya akan kesatuan metode ilmiah akan mampu mengukur secara objektif
mengenai struktur sosial.
Sebagai usahanya, Comte mengembangkan fisika sosial atau juga disebutnya sebagai sosiologi.
Comte berupaya agar sosiologi meniru model ilmu alam agar motivasi
manusia benar-benar dapat dipelajari sebagaimana layaknya fisika atau
kimia. Ilmu baru ini akhirnya menjadi ilmu dominan yang mempelajari statika sosial (struktur sosial) dan dinamika sosial (perubahan sosial).
Comte percaya bahwa pendekatan ilmiah
untuk memahami masyarakat akan membawa pada kemajuan kehidupan sosial
yang lebih baik. Ini didasari pada gagasannya tentang Teori Tiga Tahap Perkembangan Masyarakat, yaitu bahwa masyarakat berkembang secara evolusioner dari tahap teologis (percaya terhadap kekuatan dewa), melalui tahap metafisik (percaya pada kekuatan abstrak), hingga tahap positivistik
(percaya terhadap ilmu sains). Pandangan evolusioner ini mengasumsikan
bahwa masyarakat, seperti halnya organisme, berkembang dari sederhana
menjadi rumit. Dengan demikian, melalui sosiologi diharapkan mampu
mempercepat positivisme yang membawa ketertiban pada kehidupan sosial.
Emile Durkheim : Sosiologi Struktural
Prancis (1859-1917)

Selanjutnya dalam karyanya yang lain The Role of Sociological Method (1895), Durkheim membuktikan cara kerja yang disebut Fakta Sosial,
yaitu fakta-fakta dari luar individu yang mengontrol individu untuk
berpikir dan bertindak dan memiliki daya paksa. Ini berarti
struktur-struktur tertentu dalam masyarakat sangatlah kuat, sehingga
dapat mengontrol tindakan individu dan dapat dipelajari secara objektif,
seperti halnya ilmu alam. Fakta sosial terbagi menjadi dua bagian, material (birokrasi dan hukum) dan nonmaterial (kultur dan lembaga sosial).
Dua tahun kemudian melalui Suicide
(1897), Durkheim berusaha membuktikan bahwa ada pengaruh antara
sebab-sebab sosial (fakta sosial) dengan pola-pola bunuh diri. Dalam
karya itu disimpulkan ada 4 macam tipe bunuh diri, yakni bunuh diri egoistik (masalah pribadi), altruistik (untuk kelompok), anomik (ketiadaan kelompok/norma), dan fatalistik (akibat tekanan kelompok). Berdasarkan hal itu Durkheim berpendapat bahwa faktor derajat keterikatan manusia pada kelompoknya (integrasi sosial) sebagai faktor kunci untuk melakukan bunuh diri.
Karl Marx: Sosiologi Marxis
Jerman (1818-1883)
Karl Marx (1818-1883) melalui pendekatan materialisme historis percaya bahwa penggerak sejarah manusia adalah konflik kelas.
Marx memandang bahwa kekayaan dan kekuasaan itu tidak terdistribusi
secara merata dalam masyarakat. Oleh karena itu kaum penguasa yang
memiliki alat produksi (kaum borjuis/kapitalis) senantiasa terlibat konflik dengan kaum buruh yang dieksploitasi (kaum proletar).

Pendekatan Sosiologi Marxis menyimpulkan mengenai ide pembaruan sosial
yang telah terbukti sebagai ide yang hebat pada abad XX, sebagai
berikut (Osborne, 1996: 50): semua masyarakat dibangun atas dasar
konflik, penggerak dasar semua perubahan sosial adalah ekonomi,
masyarakat harus dilihat sebagai totalitas yang di dalamnya ekonomi
adalah faktor dominan, perubahan dan perkembangan sejarah tidaklah acak,
tetapi dapat dilihat dari hubungan manusia dengan organisasi ekonomi,
individu dibentuk oleh masyarakat, tetapi dapat mengubah masyarakat
melalui tindakan rasional yang didasarkan atas premis-premis ilmiah
(materialisme historis), bekerja dalam masyarakat kapitalis
mengakibatkan keterasingan (alienasi), dan dengan berdiri di luar
masyarakat, melalui kritik, manusia dapat memahami dan mengubah posisi
sejarah mereka.
Herbert Spencer : Sosiologi Evolusioner
Inggris (1820-1903)

Melalui teori evolusi dan pandangan
liberalnya itu, Spencer sangat poluler di kalangan para penguasa yang
menentang reformasi. Spencer setuju terhadap doktrin laissez-faire
dengan mengatakan bahwa negara tak harus mencampuri persoalan
individual kecuali fungsi pasif melindungi rakyat. Ia ingin kehidupan
sosial berkembang bebas tanpa kontrol eksternal. Spencer menganggap
bahwa masyarakat itu alamiah, dan ketidakadilan serta kemiskinan itu
juga alamiah, karena itu kesejahteraan sosial dianggap percuma. Meski
pandangan itu banyak ditentang, namun Darwinisme Sosial sampai sekarang
masih terus hidup dalam tulisan-tulisan populer.
Max Weber : Sosiologi Weber
Jerman (1864-1920)

Pandangan lain yang disampaikan Weber
adalah tentang bagaimana perilaku individu dapat mempengaruhi masyarakat
secara luas. Inilah yang disebut sebagai memahami Tindakan Sosial.
Menurut Weber, tindakan sosial dapat dipahami dengan memahami niat,
ide, nilai, dan kepercayaan sebagai motivasi sosial. Pendekatan ini
disebut verstehen (pemahaman).
Weber juga mengkaji tentang rasionalisasi.
Menurut Weber, peradaban Barat adalah semangat Barat yang rasional
dalam sikap hidup. Rasional menjelma menjadi operasional (berpikir
sistemik langkah demi langkah). Rasionalisasi adalah proses yang
menjadikan setiap bagian kecil masyarakat terorganisir, profesional, dan
birokratif. Meski akhirnya Weber prihatin betapa intervensi negara
terhadap kehidupan warga kian hari kian besar.
Dalam karyanya yang terkenal lainnya, Politik sebagai Panggilan,
Weber mendefinisikan negara sebagai sebuah lembaga yang memiliki
monopoli dalam penggunaan kekuatan fisik secara sah, sebuah definisi
yang menjadi penting dalam studi tentang ilmu politik.
Georg Simmel : Filsafat Uang
Jerman (1858-1919)
Georg Simmel (1858-1919) sangat terkenal
karena karyanya yang spesifik tentang tindakan dan interaksi individual,
seperti bentuk-bentuk interaksi, tipe-tipe orang berinteraksi,
kemiskinan, pelacuran, dan masalah-masalah berskala kecil lainnya.
Karya-karya Simmel ini nantinya menjadi rujukan tokoh-tokoh sosiologi di
Amerika.

Di sisi lain, gejala monetisasi di
berbagai faktor kehidupan telah membelenggu masyarakat terutama dalam
hal pembekuan kreativitas orang, bahkan mampu mengubah kesadaran.
Mengapa? Uang secara ideal memang alat pembayaraan, tetapi karena
kekuatannya, uang menjadi sarana pembebasan manusia atas manusia.
Artinya uang sudah tidak dipahami sebagai fungsi alat, tetapi sebagai
tujuan. Kekuatan kuantitatifnya telah mampu mengukur berbagai jarak
sosial yang membentang antar individu, seperti cinta, tanggung jawab,
dan bahkan mampu membebaskan atas kewajiban dan hukuman sosial. Barang
siapa memiliki uang dialah yang memiliki kekuatan.
Ferdinand Tonnies : Klasifikasi Sosial
Jerman (1855-1936)
Ferdinand Tonnies (1855-1936) mengkaji bentuk-bentuk dan pola-pola ikatan sosial dan organisasi sehingga menghasilkan klasifikasi sosial. Menurut Tonnies, masyarakat itu bersifat gemeinschaft (komunitas/paguyuban) atau gesselschaft (asosiasi/ patembayan).

Herbert Marcuse : One Dimensional Man
Jerman (1898-1979)

Jurgen Habermas : Komunikasi Rasional
Jerman, 1929

Antonio Gramsci: Hegemoni
Italia (1891-1937)

Ide mengenai hegemoni (memenangkan
kekuasaan berdasarkan persetujuan masyarakat) sangat menarik karena pada
kenyataannya individu selalu bereaksi terhadap dan mendefinisi ulang
masyarakat dan kebudayaan tempat mereka berada. Ide-ide Gramsci
selanjutnya banyak berpengaruh pada studi kebudayaan dan budaya populer.
Charles Horton Cooley (1846-1929)

George Herbert Mead (1863-1931)
George Herbert Mead (1863-1931), salah satu tokoh sentra interaksionisme simbolik menggambarkan pembentukan diri” atau tahap sosialisasi dalam ilustrasi pertumbuhan anak, dimana terdapat tiga tahap pertumbuhan anak, yakni 1) tahap bermain (play stage); 2) tahap permainan (game stage); dan 3) tahap mengambil peran orang lain (taking role the other).

Ibnu Kholdun : Bapak Sosiologi Islam
Tunisia pada 1 Ramadan 732 H./27 Mei 1332 M – Kairo 25 Ramadan 808 H./19 Maret 1406 M

Karya-karya lain Ibnu Khaldun yang
bernilai sangat tinggi diantaranya, at-Ta’riif bi Ibn Khaldun (sebuah
kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya); Muqaddimah
(pendahuluan atas kitabu al-’ibar yang bercorak sosiologis-historis, dan
filosofis); Lubab al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang
permasalahan dan pendapat-pendapat teologi, yang merupakan ringkasan
dari kitab Muhassal Afkaar al-Mutaqaddimiin wa al-Muta’akh-khiriin karya
Imam Fakhruddin ar-Razi).
DR. Bryan S. Turner, guru besar sosiologi
di Universitas of Aberdeen, Scotland dalam artikelnya “The Islamic
Review & Arabic Affairs” di tahun 1970-an mengomentari tentang
karya-karya Ibnu Khaldun. Ia menyatakan, “Tulisan-tulisan sosial dan
sejarah dari Ibnu Khaldun hanya satu-satunya dari tradisi intelektual
yang diterima dan diakui di dunia Barat, terutama ahli-ahli sosiologi
dalam bahasa Inggris (yang menulis karya-karyanya dalam bahasa
Inggris).” Salah satu tulisan yang sangat menonjol dan populer adalah
muqaddimah (pendahuluan) yang merupakan buku terpenting tentang ilmu
sosial dan masih terus dikaji hingga saat ini.
Bahkan buku ini telah diterjemahkan dalam
berbagai bahasa. Di sini Ibnu Khaldun menganalisis apa yang disebut
dengan ‘gejala-gejala sosial’ dengan metoda-metodanya yang masuk akal
yang dapat kita lihat bahwa ia menguasai dan memahami akan gejala-gejala
sosial tersebut. Pada bab ke dua dan ke tiga, ia berbicara tentang
gejala-gejala yang membedakan antara masyarakat primitif dengan
masyarakat moderen dan bagaimana sistem pemerintahan dan urusan politik
di masyarakat.
Bab ke dua dan ke empat berbicara tentang
gejala-gejala yang berkaitan dengan cara berkumpulnya manusia serta
menerangkan pengaruh faktor-faktor dan lingkungan geografis terhadap
gejala-gejala ini. Bab ke empat dan kelima, menerangkan tentang ekonomi
dalam individu, bermasyarakat maupun negara. Sedangkan bab ke enam
berbicara tentang paedagogik, ilmu dan pengetahuan serta alat-alatnya.
Sungguh mengagumkan sekali sebuah karya di abad ke-14 dengan lengkap
menerangkan hal ihwal sosiologi, sejarah, ekonomi, ilmu dan pengetahuan.
Ia telah menjelaskan terbentuk dan lenyapnya negara-negara dengan teori
sejarah.
Ibnu Khaldun sangat meyakini sekali,
bahwa pada dasarnya negera-negara berdiri bergantung pada generasi
pertama (pendiri negara) yang memiliki tekad dan kekuatan untuk
mendirikan negara. Lalu, disusul oleh generasi ke dua yang menikmati
kestabilan dan kemakmuran yang ditinggalkan generasi pertama. Kemudian,
akan datang generasi ke tiga yang tumbuh menuju ketenangan, kesenangan,
dan terbujuk oleh materi sehingga sedikit demi sedikit bangunan-bangunan
spiritual melemah dan negara itu pun hancur, baik akibat kelemahan
internal maupun karena serangan musuh-musuh yang kuat dari luar yang
selalu mengawasi kelemahannya.
Karena pemikiran-pemikirannya yang
briliyan Ibnu Khaldun dipandang sebagai peletak dasar ilmu-ilmu sosial
dan politik Islam. Dasar pendidikan Alquran yang diterapkan oleh ayahnya
menjadikan Ibnu Khaldun mengerti tentang Islam, dan giat mencari ilmu
selain ilmu-ilmu keislaman. Sebagai Muslim dan hafidz Alquran, ia
menjunjung tinggi akan kehebatan Alquran. Sebagaimana dikatakan olehnya,
“Ketahuilah bahwa pendidikan Alquran termasuk syiar agama yang diterima
oleh umat Islam di seluruh dunia Islam. Oleh kerena itu pendidikan
Alquran dapat meresap ke dalam hati dan memperkuat iman. Dan pengajaran
Alquran pun patut diutamakan sebelum mengembangkan ilmu-ilmu
by : http://www.ilmuwebster.com/2015/02/sejarah-tokoh-tokoh-sosiologi-beserta.html
Sebenarnya pemikiran tentang masyarakat sudah ada sejak dulu. Sebelum Auguste Comte,
yang dianggap sebagai titik tolak sosiologi, sudah banyak orang yang
mencoba menelaah masyarakat secara sistematis, antara lain Plato, Aristoteles, Ibnu Khaldun, John Locke, dan J.J. Rousseau.
Akan tetapi, penelitian mereka masih tercampur dengan disiplin ilmu
lain, seperti, politik, psikologi, sejarah, dan sebagainya. Dengan
demikian, lahirnya sosiologi sebagai ilmu baru dihitung sejak Auguste
Comte.
Berikut ini merupakan tokoh sosiologi mulai dari Comte.
1. Auguste Comte (1789 - 1857)
Perkataan ”sosiologi” pertama kali diciptakan pada tahun 1839 oleh Auguste Comte, seorang ahli filsafat berkebangsaan Perancis. Comte-lah yang pertama kali menggunakan nama ”sosiologi”. Selain itu, Comte memberi sumbangan yang begitu penting terhadap sosiologi. Oleh karena itu, para ahli umumnya sepakat untuk menjulukinya sebagai ”Bapak Sosiologi”. Comte sangat berjasa terhadap sosiologi. Beberapa sumbangan penting Comte terhadap sosiologi sebagai berikut.
2. Karl Marx (1818 - 1883)
Karl Marx lebih dikenal sebagai tokoh sejarah ekonomi daripada seorang perintis sosiologi dan ahli filsafat. Karl Marx mengembangkan teori mengenai sosialisme yang kemudian dikenal dengan nama ”Marxisme”. Meskipun demikian, Marx merupakan seorang tokoh teori sosiologi yang terkenal juga.
Sumbangan Marx bagi sosiologi terletak pada teorinya mengenai kelas. Marx berpandangan bahwa sejarah masyarakat manusia merupakan sejarah perjuangan kelas. Menurut Marx, perkembangan pembagian kerja dalam ekonomi kapitalisme menumbuhkan dua kelas yang berbeda, yaitu kaum proletar dan kaum borjuis.
Menurut Marx, pada suatu saat kaum proletar akan menyadari kepentingan bersama mereka sehingga bersatu dan memberontak terhadap kaum kapitalis. Mereka akan memperoleh kemenangan yang akan mengakibatkan terhapusnya pertentangan kelas sehingga masyarakat proletar akan mendirikan masyarakat tanpa kelas.
3. Herbert Spencer (1820 - 1903)
Herbert Spencer, orang Inggris, pada tahun 1876 mengetengahkan sebuah teori tentang ”evolusi sosial”, yang hingga kini masih dianut walaupun di sana-sini ada perubahan. la menerapkan secara analog teori Darwin mengenai ”teori evolusi” terhadap masyarakat manusia. la yakin bahwa masyarakat mengalami evolusi dari masyarakat primitif ke masyarakat industri.
Spencer membagi tiga aspek dalam proses evolusi, yaitu diferensiasi struktural, spesialisasi fungsional, dan integrasi yang meningkat. Lalu Spencer membagi stuktur-struktur, bagian-bagian, atau sistem-sistem yang timbul dalam evolusi masyarakat menjadi tiga.
Tahap-tahap dalam proses evolusi sosial dengan tipe-tipe masyarakat, dibagi oleh Spencer menjadi tiga bagian sebagai berikut.
4. Emile Durkheim (1858 - 1917)
Durkheim merupakan salah seorang peletak dasar-dasar sosiologi modern. Durkheim terpengaruh oleh tradisi para pemikir bangsa Perancis dan Jerman.
Contoh:
Semua pengaruh ini diolah dengan kreatif oleh Durkheim sehingga sumbangannya sangat mengesankan dan berpengaruh besar terhadap perkembangan sosiologi abad ke-20.
Durkheim dalam karya besarnya yang pertama, membahas masalah pembagian kerja yang berfungsi untuk meningkatkan solidaritas. Pembagian kerja yang berkembang pada masyarakat tidak mengakibatkan disintegrasi masyarakat yang bersangkutan, tetapi justru meningkatkan solidaritas karena bagian-bagian dari masyarakat menjadi saling tergantung satu sama lain.
Ada dua tipe utama solidaritas menurut Durkheim, yaitu solidaritas mekanis dan organis.
Dalam masyarakat ini, semua anggotanya mempunyai kesadaran kolektif yang sama. Apabila satu segmen hilang maka kehilangan ini boleh dikatakan tidak berpengaruh terhadap keseluruhan struktur masyarakat.
5. Max Weber (1864 - 1920)
Max Weber berpendapat bahwa metode-metode yang digunakan dalam ilmu-ilmu alam tidak dapat diterapkan begitu saja pada masalahmasalah yang dikaji dalam ilmu-ilmu sosial. Menurut beliau, karena para ilmuwan sosial mempelajari dunia sosial di mana mereka hidup, tentu ada hal-hal yang subjektif dalam penelitian mereka. Oleh karena itu, sosiologi seharusnya ”bebas - nilai” (value free), tidak boleh terdapat bias yang mempengaruhi penelitian dan hasil-hasilnya. Ia menyebutkan bahwa sosiologi ialah ilmu yang berupaya memahami tindakan sosial.
Dalam analisis yang dilakukan Weber terhadap masyarakat, konflik menduduki tempat sentral. Konflik merupakan unsur dasar kehidupan manusia dan tidak dapat dilenyapkan dari kehidupan budaya. Manusia dapat mengubah sarana, objek, asas-asas, atau pendukung-pendukungnya, tetapi tidak dapat membuang konflik itu sendiri. Konflik terletak pada dasar integrasi sosial maupun perubahan sosial. Hal ini terlihat paling nyata dalam politik dan dalam persaingan ekonomi.
Max Weber adalah seorang ilmuwan yang produktif dan berhasil menulis sejumlah buku. Salah satu bukunya yang terkenal adalah The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Ia mengemukakan pendapatnya yang terkenal mengenai keterkaitan antara etika Protestan dengan munculnya kapitalisme di Eropa Barat. Menurut Weber, muncul dan berkembangnya kapitalisme berlangsung secara bersamaan dengan perkembangan sekte kalvinisme dalam agama Protestan. Ajaran kalvinisme mengharuskan umatnya bekerja keras, disiplin, hidup sederhana, dan hemat.
Keuntungan yang diperoleh melalui kerja keras ini tidak digunakan untuk berfoya-foya atau konsumsi berlebihan karena ajaran kalvinisme mewajibkan hidup sederhana dan melarang bentuk kemewahan dan foyafoya.
Dampak positifnya, penganut agama Protestan menjadi makmur sebab keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha tidak dikonsumsi, tetapi ditanamkan kembali dalam usaha mereka. Melalui cara itulah, menurut Weber, kapitalisme di Eropa Barat berkembang dengan baik.
Sekian postingan saya tentang Sejarah Sosiologi, Tokoh-Tokoh Sosiologi Dunia, Teori-Teori Sosiologi Semoga dapat membantu :D
by : http://www.ilmuwebster.com/2015/02/sejarah-tokoh-tokoh-sosiologi-beserta.html
Sejarah, Tokoh-Tokoh Sosiologi Beserta Teorinya
Berikut ini merupakan tokoh sosiologi mulai dari Comte.
1. Auguste Comte (1789 - 1857)
Perkataan ”sosiologi” pertama kali diciptakan pada tahun 1839 oleh Auguste Comte, seorang ahli filsafat berkebangsaan Perancis. Comte-lah yang pertama kali menggunakan nama ”sosiologi”. Selain itu, Comte memberi sumbangan yang begitu penting terhadap sosiologi. Oleh karena itu, para ahli umumnya sepakat untuk menjulukinya sebagai ”Bapak Sosiologi”. Comte sangat berjasa terhadap sosiologi. Beberapa sumbangan penting Comte terhadap sosiologi sebagai berikut.
- Ia mengatakan bahwa ilmu sosiologi harus didasarkan pada pengamatan, perbandingan, eksperimen, dan metode historis secara sistematik. Objek yang dikaji pun harus berupa fakta artinya bukan harapan atau prediksi. Jadi, harus objektif dan harus pula bermanfaat dan mengarah kepada kepastian dan kecermatan.
- Ia mengatakan pula bahwa sosiologi merupakan ratu ilmu-ilmu sosial, dan menempati peringkat teratas dalam hierarki ilmu-ilmu sosial.
- Ia membagi sosiologi ke dalam dua bagian besar, yaitu statika sosial yang mewakili stabilitas atau kemantapan, dan dinamika sosial yang mewakili perubahan.
- Ia menyumbangkan pemikiran yang mendorong perkembangan sosiologi dalam bukunya Positive Philosophy yang dikenal dengan hukum kemajuan manusia atau hukum tiga jenjang. Dalam menjelaskan gejala alam dan gejala sosial, manusia akan melewati tiga jenjang berikut.
- Jenjang I (jenjang teologi): segala sesuatu dijelaskan dengan mengacu kepada hal-hal yang bersifat adikodrati.
- Jenjang II (jenjang metafisika): pada jenjang ini manusia memahami sesuatu dengan mengacu kepada kekuatan-kekuatan metafisik atau hal-hal yang abstrak.
- Jenjang III (jenjang positif): gejala alam dan sosial dijelaskan dengan mengacu kepada deskripsi ilmiah (jenjang ilmiah).
2. Karl Marx (1818 - 1883)
Karl Marx lebih dikenal sebagai tokoh sejarah ekonomi daripada seorang perintis sosiologi dan ahli filsafat. Karl Marx mengembangkan teori mengenai sosialisme yang kemudian dikenal dengan nama ”Marxisme”. Meskipun demikian, Marx merupakan seorang tokoh teori sosiologi yang terkenal juga.
Sumbangan Marx bagi sosiologi terletak pada teorinya mengenai kelas. Marx berpandangan bahwa sejarah masyarakat manusia merupakan sejarah perjuangan kelas. Menurut Marx, perkembangan pembagian kerja dalam ekonomi kapitalisme menumbuhkan dua kelas yang berbeda, yaitu kaum proletar dan kaum borjuis.
- Kaum proletar adalah kelas yang terdiri atas orang-orang yang tidak mempunyai alat produksi dan modal sehingga dieksploitasi untuk kepentingan kaum kapitalis.
- Kaum borjuis (kaum kapitalis) adalah kelas yang terdiri atas orangorang yang menguasai alat-alat produksi dan modal.
Menurut Marx, pada suatu saat kaum proletar akan menyadari kepentingan bersama mereka sehingga bersatu dan memberontak terhadap kaum kapitalis. Mereka akan memperoleh kemenangan yang akan mengakibatkan terhapusnya pertentangan kelas sehingga masyarakat proletar akan mendirikan masyarakat tanpa kelas.
3. Herbert Spencer (1820 - 1903)
Herbert Spencer, orang Inggris, pada tahun 1876 mengetengahkan sebuah teori tentang ”evolusi sosial”, yang hingga kini masih dianut walaupun di sana-sini ada perubahan. la menerapkan secara analog teori Darwin mengenai ”teori evolusi” terhadap masyarakat manusia. la yakin bahwa masyarakat mengalami evolusi dari masyarakat primitif ke masyarakat industri.
Spencer membagi tiga aspek dalam proses evolusi, yaitu diferensiasi struktural, spesialisasi fungsional, dan integrasi yang meningkat. Lalu Spencer membagi stuktur-struktur, bagian-bagian, atau sistem-sistem yang timbul dalam evolusi masyarakat menjadi tiga.
- Sistem pengatur, berfungsi untuk memelihara hubungan-hubungan dengan masyarakat lainnya dan mengatur hubungan-hubungan yang terjadi di antara anggotanya.
- Sistem penopang, berfungsi untuk mencukupi keperluan-keperluan bagi ketahanan hidup anggota masyarakat.
- Sistem pembagi, berfungsi untuk mengangkut barang-barang dari suatu sistem ke sistem lainnya.
Tahap-tahap dalam proses evolusi sosial dengan tipe-tipe masyarakat, dibagi oleh Spencer menjadi tiga bagian sebagai berikut.
- Tipe Masyarakat Primitif
- Tipe Masyarakat Militan
- Tipe Masyarakat Industri
4. Emile Durkheim (1858 - 1917)
Durkheim merupakan salah seorang peletak dasar-dasar sosiologi modern. Durkheim terpengaruh oleh tradisi para pemikir bangsa Perancis dan Jerman.
Contoh:
- Memandang De Saint Simon sebagai orang yang meletakkan dasar metode positivisme, pelopor industrialisme, dan pembagian kerja, yang selanjutnya menjadi tema penting dalam karya Durkheim.
- Memuji Auguste Comte atas penekanan pada sifat khas hal ihwal sosial dan kesatuan metode dalam berbagai ilmu.
- Sependapat dengan Montesquieu bahwa gejala-gejala sosial merupakan jenis tersendiri, juga sependapat tentang morfologi sosial dan metode perbandingan.
- Sependapat dengan Rousseau bahwa orang-orang memerlukan aturan kolektif bagi perilaku mereka, yang mereka interaksikan dalam proses pendidikan.
Semua pengaruh ini diolah dengan kreatif oleh Durkheim sehingga sumbangannya sangat mengesankan dan berpengaruh besar terhadap perkembangan sosiologi abad ke-20.
Durkheim dalam karya besarnya yang pertama, membahas masalah pembagian kerja yang berfungsi untuk meningkatkan solidaritas. Pembagian kerja yang berkembang pada masyarakat tidak mengakibatkan disintegrasi masyarakat yang bersangkutan, tetapi justru meningkatkan solidaritas karena bagian-bagian dari masyarakat menjadi saling tergantung satu sama lain.
Ada dua tipe utama solidaritas menurut Durkheim, yaitu solidaritas mekanis dan organis.
- Solidaritas Mekanis
Dalam masyarakat ini, semua anggotanya mempunyai kesadaran kolektif yang sama. Apabila satu segmen hilang maka kehilangan ini boleh dikatakan tidak berpengaruh terhadap keseluruhan struktur masyarakat.
- Solidaritas Organis
5. Max Weber (1864 - 1920)
Max Weber berpendapat bahwa metode-metode yang digunakan dalam ilmu-ilmu alam tidak dapat diterapkan begitu saja pada masalahmasalah yang dikaji dalam ilmu-ilmu sosial. Menurut beliau, karena para ilmuwan sosial mempelajari dunia sosial di mana mereka hidup, tentu ada hal-hal yang subjektif dalam penelitian mereka. Oleh karena itu, sosiologi seharusnya ”bebas - nilai” (value free), tidak boleh terdapat bias yang mempengaruhi penelitian dan hasil-hasilnya. Ia menyebutkan bahwa sosiologi ialah ilmu yang berupaya memahami tindakan sosial.
Dalam analisis yang dilakukan Weber terhadap masyarakat, konflik menduduki tempat sentral. Konflik merupakan unsur dasar kehidupan manusia dan tidak dapat dilenyapkan dari kehidupan budaya. Manusia dapat mengubah sarana, objek, asas-asas, atau pendukung-pendukungnya, tetapi tidak dapat membuang konflik itu sendiri. Konflik terletak pada dasar integrasi sosial maupun perubahan sosial. Hal ini terlihat paling nyata dalam politik dan dalam persaingan ekonomi.
Max Weber adalah seorang ilmuwan yang produktif dan berhasil menulis sejumlah buku. Salah satu bukunya yang terkenal adalah The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Ia mengemukakan pendapatnya yang terkenal mengenai keterkaitan antara etika Protestan dengan munculnya kapitalisme di Eropa Barat. Menurut Weber, muncul dan berkembangnya kapitalisme berlangsung secara bersamaan dengan perkembangan sekte kalvinisme dalam agama Protestan. Ajaran kalvinisme mengharuskan umatnya bekerja keras, disiplin, hidup sederhana, dan hemat.
Keuntungan yang diperoleh melalui kerja keras ini tidak digunakan untuk berfoya-foya atau konsumsi berlebihan karena ajaran kalvinisme mewajibkan hidup sederhana dan melarang bentuk kemewahan dan foyafoya.
Dampak positifnya, penganut agama Protestan menjadi makmur sebab keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha tidak dikonsumsi, tetapi ditanamkan kembali dalam usaha mereka. Melalui cara itulah, menurut Weber, kapitalisme di Eropa Barat berkembang dengan baik.
Sekian postingan saya tentang Sejarah Sosiologi, Tokoh-Tokoh Sosiologi Dunia, Teori-Teori Sosiologi Semoga dapat membantu :D
semoga bemanfaat bagi mahasiswa baru untuk di setiap kampus
BalasHapus